Jangan
rindu
Ini
berat
Kau tak
akan kuat
Biar
aku saja
Ada yang
tau quote ini? Bagi mereka yang kekinian otomatis pasti tau lah ya, secara
quote ini sempat viral minggu –
minggu belakangan. Dilan, dialah sang pemilik quote, tokoh dalam novel karangan
Pidi Baiq dengan tema percintaan anak SMA era tahun 1990an yang kemudian di filmkan dan booming hingga
mendarah daging.
Terus
apa hubungannya Dilan dengan libur lebaran? Apakah saat Dilan libur lebaran dia datang ke rumah orangtua Milea dan melamarnya?
Pada
dasarnya nggak ada hubungannya sih, jelas Dilan tidak pergi melamar Milea, ini hanya bisa-bisaan saya aja cari momentum yang pas,
biar tulisan ini dapet viewers yang banyak, he.
Trully, sebenarnya sayalah yang
datang melamar istri ketika libur lebaran kemarin. Saya memang bukan
Dilan, tapi hidup di eranya, masa di mana menunggu surat cinta balasan melalui
perantaraan teman membuat deg-degan, atau saat naik angkot bersama gebetan jantung jadi dag dig dug tak karuan, dan puluhan moment lainnya yang bila diingat kembali akan membuat diri merasa malu sendiri, kok bisa ya saya
dulu semacam itu.
Jadi,
sekali lagi saya tekankan, ini adalah sebenar-benarnya kisah tentang pribadi,
bagaimana saya menjalani libur lebaran dalam suasana suka cita dan akhirnya
menikahi istri tanpa proses pacaran. Penasarankah? Bagi yang penasaran
silahkan dilanjut membacanya, semoga ada ibrah yang bisa didapat, bagi yang mau
left juga monggo, tapi baca dulu kisahnya sampai habis (sama aja ya).
Proses Perkenalan
Pagi
hari, tanggal 13 bulan Mei tahun 2017, jam menunjukkan pukul 09.40 WITA, saya
lupa sedang apa saat itu, tetiba smartphone berbunyi, kucluk, begitu
bunyinya. Sebuah pesan dari seorang
teman di masa SMP bertanya perihal Pulau
Lombok, tempat saya berdomisili. Ini lumrah terjadi seiring dengan makin
dikenalnya keindahan Lombok, saya sering mendapatkan pertanyaan dari
teman-teman yang berdomisili di daerah-daerah lain. Ketika obrolan tentang
Lombok selesai, sekonyong-konyong koder ybs menanyakan status pernikahan dan kemudian mencoba mengenalkan saya dengan seseorang yang ternyata adiknya
sendiri. Karena status saat itu memang jomblo fisabilillah (memperhalus
istilah jomblo akut, he), maka saya terima tawaran perkenalan tersebut, tentu
saja dengan niatan untuk menikah bila merasa ada kecocokan.
Setelah diberikan nomor WA, sayapun mulai aktif mengirimkan pesan, bertanya
segala sesuatu tentangnya pun sebaliknya. Hal ini berlangsung kurang dari dua
bulan, dan Alhamdulillahi Rabbil’aalamiin
dengan mengucapkan Basmalah, kami mantapkan tekad untuk coba menapak ke
tahap berikutnya.
Merajut Impian Saat Libur Lebaran
Perantau,
mungkin itu predikat yang tepat untuk saya (mungkin loh ya). Seperti lazimnya
masyarakat Indonesia yang jauh dari keluarga, libur lebaran adalah saat yang
tepat mengunjungi mereka, sungkem dengan orang tua, saudara, bertemu sahabat dan handai tolan. Itu pula yang biasa saya lakukan.
Namun, libur lebaran saat itu terasa lebih istimewa. Saya akan berjumpa langsung
dengannya, dia yang akan mengisi ruang hati, temani sepi, berbagi cerita, dan suka duka selamanya. Melalui pesan via smartphone
kami sepakati bahwa perjumpaan akan dilakukan H-1 lebaran.
Sabtu
24 Juni 2017 , matahari belum lagi tinggi, dengan mengucap Basmalah saya
mantapkan langkah menuju rumah orangtuanya, dengan harapan tersemat di dada, bahwa ikhtiar ini mendapatkan ridho dan berkah dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Perjumpaan
ini adalah kali yang pertama, disaksikan oleh orang tua dan kakaknya (nota bene adalah temen SMP saya, he).
Deg-degan, itu pasti, tapi
Alhamdulillahi Robbil’aalamiin dengan kuatnya tekad, hal itu tidak menjadi
kendala, obrolanpun mengalir bagai air.
Setelah
kurang lebih 1 jam percakapan, saya pun pamit undur diri, tentu saja dengan
berkeyakinan hati, bahwa dialah yang nanti menjadi penyeimbang dalam hidup ini,
bahwa kami akan bersama selamanya, hingga Jannah nanti (Insyaa Alloh, Aamiin
Yaa Robb).
Sesampainya
di rumah, kami kembali saling mengirimkan pesan, mencoba saling menguatkan dan
meyakinkan. Akhirnya, setelah beberapa hari percakapan saling menguatkan dan
meyakinkan, didapat kesepakatan bahwa saya akan kembali untuk melamarnya secara
pribadi 6 (enam) hari ke depan.
Jum’at
30 Juni 2017, matahari sepenggalan galah, saya kembali melangkah, dengan niat
suci meminta persetujuan calon mertua untuk menjadikan anaknya sebagai calon istri. Kedatangan saya
di sambut dengan hangat, obrolan lancar bercerita seputar perjalanan mudik
keluarganya. Namun tetiba, di saat obrolan berlangsung suasana menjadi hening,
hati pun membatin, inilah saatnya untuk utarakan itikad baik. Lamaran pun terlontar, kata “ya” sebagai jawaban yang terucap dari mulut orang tuanya membuat hati ini terasa lega. Akhirnya satu tahap terlewati. Alhamdulillahi Rabbil’aalamiin.
Sepulang dari rumahnya, saya umumkan kabar gembira ini kepada keluarga, terutama Ibunda.
Ya, ihwal kedekatan saya dengan si dia memang tidak saya umumkan sebelumnya,
ini saya lakukan karena tidak ingin keluarga terlalu banyak berharap sebelum
semuanya pasti. Ketika kepastian sudah didapat baru akan bermaklumat,
begitu fikir saya waktu itu.
Bersepeda Gila di Ibukota
“Kak,
ayo kita sepeda’an hari Minggu (Car Free
Day)” , sebuah pesan masuk dari si dia. Saya bingung harus menjawab apa, menolak
takut ybs tersinggung, menerima takut hubungan ini ternodai, agak alay memang
jika mengganggap hubungan akan ternoda hanya karena bersepeda, apalagi kami tidak
berboncengan. Namun sejatinya saya hanya berusaha menjaga hubungan ini tetap
suci, saling menjaga diri hingga tiba waktunya nanti.
Setelah melalui
perenungan panjang, saya putuskan untuk mengiyakan ajakan tersebut, dengan
syarat harus selalu berada di depannya selama berkendara (walaupun
akhirnya pada beberapa moment si dia berada di depan). Saya bukan sok
suci, sok alim atau apalah. Dengan masa lalu yang lumayan mengharu biru, saydiri ini hanya berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.
Minggu
subuh, Sang Surya belum menampakkan hidungnya, kami sudah mulai mengayuh
sepeda. Awalnya saya mengira jarak yang akan ditempuh dekat, ternyata, oalah, kami bersepeda kurang lebih 25
Km. Rute yang ditempuh pun tidak tanggung-tanggung, berawal dari Perumnas Klender
Jakarta Timur melintasi Rawamangun, Tugu Proklamasi hingga tiba di Bundaran HI
untuk makan pagi. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju masjid
Al-Azhar di Jakarta Selatan. Perjalanan pulang kami putuskan melewati Sudirman
lalu masuk ke arah Manggarai, kemudian memutar ke Tebet dan berakhir di jalur
BKT. Hufffht, cape deh.
Untuk mereka yang hoby bersepeda hal ini
mungkin biasa saja. Tapi untuk saya, momen ini terasa gila, ampunnya tak
tertahankan, pegal terasa di seluruh badan. Namun itu tidak saya tunjukkan,
gengsilah, masa kesan pertama terlihat lemah, he.
Ada ujar-ujar
lama mengatakan, bila ingin mengetahui karakter asli seseorang, lakukanlah
perjalanan bersama yang melelahkan, di saat lelah itulah maka karakter asli akan terlihat. Itu pula yang terjadi pada episode perjalanan bersepeda gila
saya. Dalam perjalanan pulang, lelah mulai terasa, di sanalah sifat asli muncul, dan dari sanalah kami bisa saling mengoreksi dan instropeksi. Saya bersyukur,
tak perlu waktu bertahun-tahun untuk mengetahui karakter orang yang akan saya
nikahi, cukup satu hari, ya cukup satu hari dengan cara bersepeda gila di
ibukota.
Lamaran dan Menikah
Libur
telah usai, saya pun harus kembali menjalani aktivitas, namun tekad dalam hati
untuk mempersunting si dia sudah begitu kuat. Setelah beberapa kali rembug,
akhirnya disepakati lamaran oleh keluarga (saya tidak hadir) dilangsungkan pada
awal September, dan syukurlah semua berjalan lancar, dan waktu itu disepakati
pernikahan akan dilangsungkan tanggal 07 Oktober 2017.
Alhamdulillah Robbil’aalamiin
semua berjalan lancar. Saya dan Umi Kulsum akhirnya resmi menjadi pasangan suami istri.
Semoga abadi…
Dilan,
Rindu
itu berat
Apalagi bila diiringi syahwat
Terutama
bila kata SAH belum kau semat
Karena
bisa jadi akan berujung maksiat
oh iya berbicara tentang liburan silahkan klik link ini, keren abis guys.
Semoga sakinah - mawaddah - warrohmah ya bang.
ReplyDeleteSalam buat nyonyah..
Kapan ngeteh berjemaah.
Semoga rumah tangga yg dibina bisa tetap selaras dengan apa yg diharapkan om. Suka betul dah tulisan ini π
ReplyDeleteAamiin Yaa Rabb... Trimakasih bang fadil
DeleteCiee...uhuyy..sukak dgn kata2 terakhir...π
ReplyDeleteHampir semuanya komen yg sm.. Alhamdulillahi Rabbil'aalamiin
DeleteππKereeennnn..pi tdi banyak ketikanyaπππ...pi bagusπππ
ReplyDeleteBanyak ketika π±
DeleteKok pas elo nanya gmn cara mas ngelamar gw ga di masukin ke tulisan π
ReplyDeleteBetewe bagus....bikin gw nyengir2 sendiri inget elo pake baju item putih pas ngelamar dah kaya mo ospek π
Dilan dan milea sesungguhnya ππ
ReplyDeleteMakin mateng kulitnye...eh tulisannya
ReplyDeleteThannks bang
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteSuka kata2 terakhirnya..
ReplyDeleteJazakallah ukhti π
DeleteJangan baper yaks π
Kalah Pidi Baiq hehehe
ReplyDeleteHaduh, jadi pengen liburan klo bisa begini mah
ReplyDelete